Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Merasa Jadi Korban Diskriminasi, Perokok Bentuk Lembaga Ini

image-gnews
Ilustrasi larangan merokok. NIGEL TREBLIN/AFP/Getty Images
Ilustrasi larangan merokok. NIGEL TREBLIN/AFP/Getty Images
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perokok mendirikan Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI) di Semarang, Selasa, 21 November 2017. Para pendiri mengatakan kehadiran lembaga itu sebagai keresahan para perokok yang selama ini didiskriminasikan, termasuk oleh kebijakan pemerintah, di antaranya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang tak menanggung perokok.

“Negara tak boleh melepas ikatan antara konsumen sebagai pembayar premi sebagai klien yang harus dibiayai,” kata Agus Condro Prayitno, Ketua LKRI, saat mendeklarasikan organisasinya di Wisma Perdamaian, kompleks Tugu Muda, Kota Semarang.

Baca juga: Penelitian: Kerugian Akibat Rokok Rp 596 Triliun Setahun

Agus menyebutkan total nilai cukai rokok saat ini sudah mencapai 63 persen dari target akhir 2017 sebesar Rp 138 triliun. Bahkan pada 2018 Kementerian Keuangan kembali menaikkan target menjadi Rp 148 triliun. Dengan fakta itu, LKRI mengajak para perokok sebagai konsumen memperjuangkan hak-hak sebagai pemberi pemasukan negara.

LKRI berharap pemasukan negara dari cukai untuk membantu rakyat sakit dan bantuan pendidikan untuk rakyat miskin, sesuai dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo.

Agus meminta setiap kebijakan kenaikan cukai perlu melibatkan konsumen rokok, yang selama ini membayar cukai. “Kami harus dilibatkan sehingga ketemu angka kenaikan cukai yang rasional,” katanya.

Menurut dia, LKRI sengaja hadir untuk membela perokok yang selama ini punya kontribusi terhadap negara. Ia menyebutkan pemasukan negara dari cukai rokok mencapai Rp 135 triliun, tapi justru perokok sebagai pembayar pajak taat mengalami diskriminasi dalam sejumlah kebijakan.  “Kami bangga menjadi perokok karena punya kontribusi jelas terhadap negara,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut dia, seorang perokok rata-rata mampu memberikan kontribusi negara hingga Rp 250 ribu per bulan, dengan hitungan saban hari mengkonsumsi rokok satu bungkus rata-rata seharga Rp 15 ribu dan cukai per bungkus Rp 8.000.

Aktivis hak azasi manusia, Hendardi, yang turut hadir dalam diskusi bertajuk "Mencari Keadilan Bagi Perokok", menyatakan rokok bukan komoditas ilegal dan bukan kejahatan. Namun rokok punya implikasi luas terhadap segala hak usaha, kerja, dan produktivitas petani nasional.

“Sedangkan di balik larangan dan tekanan terhadap perokok membuktikan pemerintah tak tegas, hanya mengikuti irama dunia,” ucapnya.

Ia menduga, di balik larangan dan tekanan bagi perokok, ada kepentingan persaingan industri farmasi memperebutkan sumber nikotin yang sangat menguntungkan. “Maka lahirlah rezim kesehatan dunia yang anti-rokok,” ujarnya.

Hendardi menilai, saat ini, gerakan perlawanan konsumen rokok sangat minim menentang kampanye anti-rokok, sementara dukungan dari industri rokok masih kurang. “Padahal merokok hak konstitusional setiap warga negara,” katanya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penghapusan Kelas Rawat Inap, BPJS Kesehatan akan Gandeng Asuransi Swasta

3 jam lalu

Penghapusan Kelas Rawat Inap, BPJS Kesehatan akan Gandeng Asuransi Swasta

Pembagian kelas rawat inap peserta BPJS Kesehatan dihapus. BPJS Kesehatan membuka kemungkinan kerja sama dengan asuransi swasta.


Terkini Bisnis: Penyaluran Avtur Penerbangan Haji Meningkat hingga Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

4 jam lalu

Petugas melakukan pengisian bahan bakar avtur pada pesawat Garuda pengangkut jemaah haji di Bandara Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, 25 Agustus 2015. Stok avtur setiap harinya sebesar 3500 KL, jumlah ini mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kedua maskapai penerbangan untuk pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji sebanyak 214 kolter. TEMPO/Tony Hartawan
Terkini Bisnis: Penyaluran Avtur Penerbangan Haji Meningkat hingga Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

PT Pertamina Patra Niaga memproyeksikan penyaluran avtur untuk penerbangan haji 2024 mencapai 100 ribu kilo liter (KL).


Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan Diubah Menjadi KRIS, Ketahui 12 Kriteria Layanannya

6 jam lalu

BPJS Kesehatan menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Berikut daftar rumah sakit di Jakarta Selatan yang menerima BPJS Kesehatan. Foto: Canva
Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan Diubah Menjadi KRIS, Ketahui 12 Kriteria Layanannya

Jokowi ubah sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan menjadi KRIS. Beriku 12 kriteria layanan KRIS dan 4 layanan ini yang tidak berlaku untuk KRIS.


Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

6 jam lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.


Apa Itu Sistem KRIS yang Bakal Menggantikan Kelas BPJS Kesehatan?

7 jam lalu

BPJS Kesehatan menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Berikut daftar rumah sakit di Jakarta Selatan yang menerima BPJS Kesehatan. Foto: Canva
Apa Itu Sistem KRIS yang Bakal Menggantikan Kelas BPJS Kesehatan?

KRIS merupakan sistem baru dalam mengatur rawat inap yang melayani pengguna BPJS Kesehatan.


Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS

8 jam lalu

BPJS Kesehatan menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Berikut daftar rumah sakit di Jakarta Selatan yang menerima BPJS Kesehatan. Foto: Canva
Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS

Jokowi resmi mengganti sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan dengan sistem kelas rawat inap standar (KRIS). Apa perbedaannya?


Terkini: Ini Peserta BPJS Kesehatan yang Tak Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Airlangga soal Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

22 jam lalu

Terkini: Ini Peserta BPJS Kesehatan yang Tak Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Airlangga soal Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan mulai tahun depan menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).


Siloam Hospitals Group Sebut Sistem KRIS BPJS Kesehatan Bagus: Kami Bisa Berikan Lebih

1 hari lalu

CEO Siloam Hospitals Group, Caroline Riady, saat ditemui di sela agenda Sysmex Indonesia CEO Forum 2024 di Raffles Hotel, Jakarta pada Kamis, 16 Mei 2024. Tempo/Annisa Febiola.
Siloam Hospitals Group Sebut Sistem KRIS BPJS Kesehatan Bagus: Kami Bisa Berikan Lebih

CEO Siloam Hospitals Group sebutsistem KRIS membuat layanan BPJS Kesehatan bisa lebih tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan


Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

1 hari lalu

BPJS Kesehatan menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Berikut daftar rumah sakit di Jakarta Selatan yang menerima BPJS Kesehatan. Foto: Canva
Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

BPJS Kesehatan diubah menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Ini daftar peserta BPJS Kesehatan yang tidak bisa naik kelas rawat inap.


Indonesia Tertinggal dalam Pengendalian Industri Tembakau di Tingkat ASEAN

1 hari lalu

Siswa SD Negeri 3 Sanur menunjukkan botol berisi kumpulan sampah putung rokok saat rangkaian acara Gerakan Bersama Anak Anti Asap Rokok (GEBRAAAK) di kawasan Pantai Mertasari, Denpasar, Bali, Jumat 19 Mei 2023. Kegiatan yang digelar oleh Forum Anak Daerah (FAD) Kota Denpasar tersebut mengusung tema
Indonesia Tertinggal dalam Pengendalian Industri Tembakau di Tingkat ASEAN

Hingga hari ini, kata Bigwanto, pemerintah belum mempunyai regulasi yang memadai untuk mengendalikan produk tembakau.